31 December 2007

The First Asian Idol


Kompetisi menyanyi yang prestisius di Asia telah usai digelar. Asian Idol untuk pertama kalinya diselenggarakan Sabtu, 15 Desember 2007 dan Result Show Minggu, 16 Desember 2007 di Kemayoran, Jakarta Pusat, Indonesia. Pada even spektakuler tersebut, Frementle Indonesia dan RCTI (MNC) berlaku sebagai penyelenggaranya. Sedangkan Negara-negara yang menyertakan Idolnya untuk berlaga di kompetisi ini antara lain: India-Abhijeet Sawant, Filiphina-Mau Marcello, Singapura-Hady Mirza, Vietnam-Phuong Vy, Indonesia-Mike Mohede dan Malaysia-Jaclyn Victor. Tentu saja nama-nama tadi adalah pemenang Idol Contest di negara mereka masing-masing. Sedangkan para Juri yang lebih tepat hanya disebut komentator antara lain: Anu (India), Indra Lesmana (Indonesia), Siau Black (Vietnam), Paul Moss (Malaysia), Ken Lim (Singapura), dan Pilita Moralez (Filiphina).

Mekanisme pemilihan pemenang Asian Idol ditentukan oleh voting melalui sms dimana dalam satu sms pilihan, harus berisi 2 negara berbeda. Hal ini dikarenakan agar sistem voting Asian Idol adil bagi semua negara peserta, baik negara yang berpenduduk sedikit ataupun Negara berpenduduk banyak banyak (meski logikanya penduduk belum tentu alias tidak sama dengan voters). Bukankah belum tentu semua penduduk adalah voters??Sebuah singing contest semestinya dinilai dari kualitas vokal, musikalitas, interpretasi lagu, dinamika dan teknik vocal penyanyinya. Tetapi inilah yang terjadi.. SMS.. Seperti lagunya Trio Macan.. Sebuah sistem penilaian yang kurang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.. (ciee..)

Di Asian Idol Xtra (sebuah acara semacam diary kegiatan-kegiatan para peserta Asian Idol sehari-hari) yang ditayangkan jam 16.30 WIB di RCTI, disosialisasikan mengenai sistem voting Asian Idol. Pertama, pilihlah Indonesia dengan mengetik INDO kemudian spasi dan ketik negara lain sebagai pilihan kedua. Untuk pilihan kedua, pilihlah negara yang berpenduduk sedikit atau yang kualitas vokalnya tidak begitu bagus dibanding yang lain, itu yang disampaikan di Asian Idol Xtra. Dari “penggiringan” semacam ini, bisa saja berjuta-juta masyarakat kita menjadi tidak mempertimbangkan beberapa faktor lain yang juga penting sebelum melakukan vote, dimana pilihan kita bisa saja menguntungkan negara pilihan kedua. Dilematis juga sih mungkin. Mau dikasih “penggiringan” ataupun mempercayakan pertimbangan logis-rasional para voters kita. Dengan sistem voting yang mengharuskan memilih dua negara, faktor keberuntungan sangat menentukan disini. Indonesia meskipun memiliki jumlah penduduk dua ratus juta jiwa lebih, tetapi apakah semua penduduk negara kita merupakan voters? Apakah semua warga negara kita apresiatif terhadap ajang kompetisi semacam ini? Belum tentu juga kan? Padahal ini juga membawa nama bangsa, terhitung nasionalisme lho..

Diantara 6 peserta Asian Idol yang berlaga, ada tiga peserta yang menurut saya, secara kacamata vokal sangat berkualitas yaitu; Mau Marcello-Filiphina, Jaclyn Victor-Malaysia dan Mike Mohede-Indonesia (dengan tanpa menyepelekan India, Singapura dan Vietnam). Tetapi di luar perkiraan, ternyata Asian Idol yang pertama kali ini, dimenangkan oleh Idola Singapura, Hady Mirza. Hady Mirza adalah orang yang beruntung yang diridhoi oleh Tuhan untuk menjadi The First Asian Idol. Mengapa saya berasumsi seperti itu? Karena dilihat dengan indikator-indikator penilaian kualitas vokal, dia biasa-biasa saja bila dibandingkan dengan peserta-peserta dari negara lain. Kelebihannya, dia hanya sedikit lebih tampan alias “charming” dan nyantai daripada peserta pria lainnya. Hahaha.. Sangat mungkin Hady didukung penuh oleh negaranya dan mungkin saja Hady adalah orang yang diuntungkan dari kesamaan logika banyak orang dalam memilih negara pilihan kedua (yang berasal dari negara berpenduduk sedikit dan tidak begitu luar biasa kualitasnya). Dan, itulah Hady Mirza, Singapore Idol..

Mungkin memang sistem voting Asian Idol yang sangat sarat dengan faktor keberuntungan kemarin perlu dikaji ulang, agar bisa menghasilkan pemenang yang lebih berorientasi pada kualitas, agar even regional spektakuler seperti Asian Idol bisa menjadi ajang kompetisi penyanyi regional yang benar-benar valid dan legitimate di mata semua kalangan.

By the way, Congratulations for Hady Mirza.. However, you’re our First Asian Idol..


28 November 2007

Jakarta Ohh Jakarta..


Akhir-akhir ini, banyak departemen-departemen yang dipimpin para menteri kita melakukan rekrutmen CPNS. Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Kehutanan, Sekretariat Negara, de es be... Mmm, lumayan menggiurkan bukan? Gaji tetap tiap bulan, plus tunjangan-tunjangan, masih ditambah dana pensiun untuk jaminan hari tua serasa membuai angan-angan setiap orang untuk menjajal kesempatan ini. Tetapi alangkah sayangnya, tes seleksi rekrutmen dilaksanakan secara terpusat, di ibukota DKI Jakarta (kecuali Depdagri, testnya di IPDN Jatinangor). Tidak hanya departemen, bank-bank pemerintah maupun swasta dan berbagai perusahaan juga setali tiga uang. Tidak hanya tempat test, malah banyak rekrutmen dengan penempatan Jakarta. Sekali lagi Jakarta.. Sekali lagi, bisa dapet piring cantik nih.. Hehehe..

Masih jadi pertanyaan yang cukup menggelitik,.kenapa juga Jakarta lagi Jakarta lagi..?! Kota dengan living cost dan social cost yang tinggi, penuh dengan hal-hal yang bisa bikin stress seperti; kemacetan, polusi, kriminalitas dan kepadatan penduduk (yang hari demi hari koq sepertinya semakin parah aja) sepertinya sangat tidak kondusif untuk dijadikan tempat tes seleksi CPNS bagi seluruh generasi intelektual kita yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.. Kenapa tidak ada kebijakan rekrutmen dengan asas keadilan..?! Kenapa juga tidak dibuat sistem seperti audisi Indonesian Idol yang di selenggarakan di beberapa kota yang cukup bisa merepresentasikan potensi-potensi di tingkat lokal (macam kita-kita ini.. ;p). Kalau mau negative thinking, mungkin ada bias isu otonomi daerah yang ujung-ujungnya menimbulkan “kekhawatiran” manajemen pendanaan rekrutmen (takut dijadiin obyekan orang daerah kah??). Males banget yaa orang-orang atas (baca:pusat) itu? Males ke bawah (baca:daerah).. Padahal yang di bawah banyak potensi unggulnya juga lho.. Tapi, kalau mau positive thinking, mungkin alasan anggaran terbatas dan efisiensi anggaran bisa dikedepankan. Yah,kalau boleh meminjam istilahnya Kid Rock, “ only God know why.. “ geetoo..

Seperti yang sudah kita pahami luar kepala, bahwa Jakarta sangat terkenal dengan kepadatan penduduknya. Menurut data terakhir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Juni 2007 saja, penduduk DKI Jakarta sudah menembus angka 7.552.444 jiwa. Tapi kenapa juga masih mau nambah-nambah jumlah penduduk dengan sistem dan pola rekrutmen karyawan/pegawai seperti itu.. Pemerintah dan para penguasa kita seolah menafikkan hal ini. Terkesan tidak konsisten dengan usahanya selama ini untuk membatasi jumlah pendatang ke ibukota ini. Kurang koordinasi kah, atau tidak ada komunikasi dan kerjasama kah? Nah, malah bikin mumet kan?? Dengan pola rekrutmen dan penempatan kerja terpusat (di Jakarta), sepertinya malah menambah permasalahan yang sudah ada. Para pencaker (pencari kerja) akan berduyun-duyun datang ke Jakarta. Dan tidak mustahil mereka yang gagal pada suatu proses rekrutmen/ seleksi akan stay di Jakarta untuk menjajal di lain tempat. Nah, apa tidak terpikirkan hal semacam ini? Dengan pembiaran-pembiaran semacam ini, jelaslah Jakarta makin sumpek, macet, padet bin ruwet.

Biang dari permasalahan ini semua ada pada superioritas dan keangkuhan Jakarta yang “dibentuk” menjadi sentral kegiatan segala bidang demi mempermudah ‘Kontrol” (by “You know Who”, since several decade ago). Jakarta jadi pusat pembangunan. Semua fasilitas dan infrastruktur yang menunjang investasi di segala bidang bercokol di kota ini. Ya, karena Jakarta punya segalanya. Jelaslah ini yang membuat para investor tergiur untuk melakukan deversifikasi investasi di kota ini. Lalu bagaimana solusi yang pas? Razia KTP, operasi yustisi, transmigrasi, rumah susun atau bagaimana Pak? Bu? Mungkin selama ini sudah ada banyak program pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi DKI Jakarta dalam mengelola masalah ini, hanya mungkin kurang “terdengar” gaungnya dan efeknya hanya sesaat saja. Kalau mau adil, ada dua poin utama yang perlu diperhatikan dan direalisasikan untuk mengatasi masalah kepadatan penduduk di Jakarta: Pertama, Distribusi kapital secara umum ke seluruh wilayah Indonesia, secara adil, konsisten dan berkelanjutan (pemerataan pembangunan di segala bidang/sektor). Jangan kondisikan Jakarta sebagai pusat aktifitas (dan investasi) segala macam bidang, karena itu yang akan selalu menjadi magnet bagi para pendatang. Kedua, Distribusi penduduk Jakarta (bukan asli Jakarta/pendatang) yang tidak produktif dan tidak berkontribusi positif, untuk bertransmigrasi ke daerah-daerah jarang penduduk, misalnya Papua, itung-itung untuk menetralisir polusi yang telah mereka hirup bertahun-tahun.. (Hehehe, make sense juga!!).

Tentu saja untuk merealisasikannya sangatlah tidak mudah. Ini perlu perhatian lebih dan kerjasama yang sinergis dari para penguasa/pemerintah pusat, pemprop DKI Jakarta dengan pemerintah lokal untuk menciptakan situasi kondusif agar faktor-faktor produksi dan investasi bisa ‘hidup’ di daerah-daerah. Sekali lagi agar tercipta pemerataan pembangunan di segala bidang dan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, demi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” (walah-walah malah kayak kampanye.. Hehehe..).

Mari kita support dan we'll see..


 
blog design by suckmylolly.com

Template Modified and Brought to you by : AllBlogTools.com blogger templates